
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dan Universitas Pertahanan (Unhan) menjelaskan roadmap pengembangan roket peluncur satelit Indonesia yang dimulai dari tahun 2015 sampai tahun 2039. Dalam acara webinar ‘Teknologi Roket’ yang digelar atas kerja sama antara Pusat Teknologi Roket (Pustekroket), LAPAN dan Unhan. Rektor Unhan Laksamana Madya TNI Amrullah Oktavian menerangkan beberapa rincian roadmap penegembangan roket peluncur satelit Indonesia beserta periodenya, yaitu sebagai berikut:
- Pada periode 2016-2020 Indonesia melakukan pengembangan roket sonda 3 tingkat hingga diameter 550 mm dan roket kendali low attitude high subsonic. “Pada periode yang sama, juga melakukan uji terbang roket cair non cryogenic thrust 1000-2000 kgf, uji terbang roket sonda muatan sensor atmosfer, dan peningkatan fasilitas produksi dan pengujian.
- Kemudian pada periode 2020-2025, Indonesia memiliki target terlaksananya pengembangan teknologi roket sonda dengan jelajah 30 km. Periode 2026-2030 beroperasinya roket sonda dengan jelajah 300 km dan mulainya rancang bangun teknologi roket pengorbit satelit low earth orbit.
- Sementara periode 2031-2035, tersedianya prototipe roket pengorbit satelit low earth orbit, dan periode 2036-2040 terlaksananya peluncuran roket pengorbit satelit earth orbit.

Kredit : LAPAN
Target-target tersebut juga disampaikan Deputi Bidang Teknologi Penerbangan dan Antariksa LAPAN Rika Andiarti. Menurutnya, pengembangan roket merupakan salah satu kegiatan keantariksaan yang wajib dikuasai, termasuk pengembangan satelit, aeronautika, dan lainnya.
Rika juga mengatakan arah kebijakan dalam pengembangan roket di Indonesia sudah jelas dan kuat, karena sudah ditetapkan menjadi peraturan.
Mulai dari Undang-Undang Keantariksaan Nomor 21 Tahun 2013, rencana induk keantariksaan, termasuk Perpres RPJMN yang mengambil data dari program prioritas riset nasional. “Jadi kebijakannya sangat kuat,” tutur Rika. Menurut Rika, Indonesia pada 2040 menargetkan agar mempunyai kemampuan meluncurkan roket dan satelit sendiri, dan dilakukan di tanah Indonesia. “Tapi kemampuan itu perlu didukung oleh industri roket,” ujar Rika.

Kredit: LAPAN
Sementara Peneliti Kebijakan Penerbangan dan Antariksa LAPAN Mardianis menjelaskan bahwa ada beberapa tantangan yang patut diantisipasi dalam penguasaan teknologi roket di Indonesia. Dari segi politik adalah keamanan intercontinental ballistic missile (ICBM) dan adanya rezim pelarangan, serta monopoli peluncuran. Sedangkan dari segi hukum yang harus diantisipasi adalah kontrak peluncuran atau perjanjian intercontinental ballistic missile (ICBM) dan kaitannya dengan RPP penguasaan teknologi. “Segi ekonomi itu adalah tingginya risiko, benefit tidak instan,” ujar dia.
Sementara itu, Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) berencana membangun bandara antariksa. Lokasinya di Pulau Morotai atau Biak, Papua. Adapun tujuan dari pembangunan bandara antariksa yaitu untuk mewujudkan kemandirian ilmu pengetahuan dan teknologi penerbangan dan antariksa antara lain pengembangan teknologi Roket Pengorbit Satelit (RPS) yang dapat membawa wahana ke orbit.

Kredit : LAPAN
Pembangunan Bandar Antariksa tersebut, dilakukan untuk memberikan ruang lebih luas bagi peluncuran roket bertingkat yang sat ini sedang dikembangkan. Sesuai dengan paparan roadmap diatas, LAPAN saat ini tengah mengembangkan roket Sonda atau roket penelitian atmosfer yang secara bertahap target ketinggiannya akan terus ditingkatkan.